Wednesday 21 February 2007

INDONESIAN IDOL DAN IDOLA INDONESIA

Belum lama ajang Indonesian Idol di Bandung berlalu. Dua orang teman saya domisili Bandung ikutan audisi, yang di Bandung tentunya, yang katanya diadakan di Sabuga. Anehnya, kata seorang teman saya, Sabuga tidak macet. Teman saya yang ikut Indonesian Idol yang pertama bernama Jaya, dia adalah teman kuliah saya. Kami berdua adalah mahasiswi tingkat akhir di jurusan Kimia sebuah perguruan tinggi negeri di Bandung. Dia bilang dia ikutan, kebagian maju hari Selasa 13 Februari. Dan dia bilang lagi bahwa dia akhirnya tidak lolos audisi. Teman saya yang satunya lagi bernama Indra. Dia masih sekampus dengan saya, tetapi kuliah di Fakultas Ilmu Komunikasi, entah apa jurusannya saya lupa. Dia SMS saya bilang kalau dia dapat nomor urut 20789, dan jatah dia untuk audisi yaitu pada hari terakhir – wuih, banyak bener yak yang ikutan? Syerem... Dan sama seperti Jaya, akhirnya Indra pun SMS saya untuk bilang bahwa dia gagal dan bahkan memaki ”Yang 1 sih nerima gue, tapi 2 juri yang lain idiot. Tapi GPP (engga apa-apa). Gak jadi artis nasional juga masih bisa jadi artis lokal dengan DJ radio.” Kebetulan Indra ini dulunya adalah salah satu kru di radio ninetyniners Bandung. Kalau saya tidak salah ingat, dia berhenti karena mau fokus kuliah dulu demi mendapat gelar sarjana.
Jadi, benar kan? Indonesian Idol itu bahasa Inggris. Kalau dalam bahasa Indonesia berarti Idola Indonesia. Lantas, apa sebenarnya yang diidolakan? Karena bisa menyanyi? Mungkin saya memang membela teman-teman saya. Menurut saya kedua teman saya memiliki kualitas untuk menjadi seorang penyanyi tetapi mereka hanya belum beruntung sehingga tidak lolos audisi. Berbeda halnya dengan mereka yang cuma ingin numpang nampang. Yang penting heboh ikutan audisi, gaya dulu bisa belakangan. Nah, kalau yang model begini yang menang apa masih bisa dikatakan Indonesaian Idol? Karbitan barangkali?
Kembali pada kedua teman saya. Mereka bisa menyanyi, saya yakin itu. Apalagi bentjonk yang suka karaokean. Duh, nyanyinya pake hati deh tu! Kalau Asepsurasep? Mungkin berkat sering siaran. Lho? Apa hubungannya dengan menyanyi? Entah juga. Saya pikir kalau menjadi seorang penyiar radio dia, yaitu Asepsurasep, seharusnya kenal banyak lagu jadi tahu kapan suara masuk. Intro dan outro harus pas. Ini kayaknya lebih tidak nyambung lagi deh?! Intinya, mengenali lagu, karakter lagu, cara membawakan, dan lain sebagainya.
Kok bisa begitu? Bisa karena bakat, bisa karena rajin berlatih. Apalagi sekarang banyak kursus. Ada juga kan kursus menyanyi? Yang saya tahu di dekat rumah teman SMA saya ada tempat les Bina Vokalia. Dan adalah jelas bahwa itu tempat dipakai buat latihan menyanyi.
Kalau memang tidak bakat menyanyi tapi maksa ingin jadi penyanyi ya repot. Kalau tidak punya bakat nyanyi lalu ikutan les menyanyi dan akhirnya bisa menyayi, berati dia kerja keras. Bagus, tapi tentunya butuh usaha dan uang – terutama – yang tidak sedikit. Hari ini mana ada yang gratis? Semua jadi komersil, semua yang bisa jadi duit ya diduitin. Termasuk mengajari anak orang menyanyi. Jadi kalau dipikir-pikir, bisa disimpulkan bahwa untuk menjadi seorang Indonesian Idol – minimal untuk ikutan audisi dulu saja – sudah berapa biaya yang harus dikeluarkan. Setidaknya untuk menunjang penampilan saja.
Berbeda dengan ajang Indonesian Idol untuk mencari Idola Indonesia, ada seorang pengamen yang menyanyi dengan begitu syahdunya. Saya yang tidak bisa tidur di dalam sebuah bus Damri Jatinangor – Dipati Ukur akhirnya mendengarkan si pengamen bernyanyi. Bagus juga suaranya. Mengalun lembut dan sekaligus lantang mengalahkan deru mesin DAMRI. Mirip sekali dengan vokal Ebiet G. Ade, cuma sayang nasibnya tidak. Lalu si pengamen mulai meminta sumbangan receh alakadarnya dengan bungkus permen. Dia juga lagi usaha. Dan dengan cara menyanyi pula. Kenapa tidak ikut Indonesian Idol? Mungkin usianya sudah melebihi syarat? Atau mungkin tidak ada biaya untuk mendaftar dan apalagi biaya untuk menunjang penampilan saat audisi. Sebentar, memang penting apa penampilan saat audisi Indonesian Idol? Tampaknya begitu. Karena selama ini saya selalu melihat gaya-gaya dan busana yang oke dari tiap kontestan. Atau itu cuma untuk mereka yang masuk di televisi, bahwa harus oke penampilan selain suara oke? Pada akhirnya, siapakah yang peduli dengan kehadiran seorang pengamen yang bersuara seperti Ebiet G. Ade?
Kita semua menyanyi. Musik adalah juga makanan untuk jiwa. Mungkin Indonesian Idol memang salah satu ajang untuk menemukan orang yang bisa menyanyi. Jadi itu maksud dari pencarian sesosok Idola Indonesia – terjemahan dari Indonesian Idol bukan? Akan tetapi, nyanyian seperti apakah yang dinyanyikan? Sebatas lagu-lagu yang berkisar tentang cinta? Nyanyian suara hati yang haus kasih sayang dan ingun menyuarakan kebenaran? Nyanyian lirih orang-orang yang tak memiliki tenaga karena lapar belum makan beberapa hari?
Adalah baik menjadi orang penting. Seperti menjadi seorang Idola Indonesia. Dielu-elukan dan dipuja, mungkin suatu saat kalau apes akan dihujat. Namun, bukankah akan menjadi lebih penting untuk menjadi orang baik? Menjadi seorang Idola Indonesia yang pantas. Layak untuk diidolakan bukan semata penampilan dan suara yang bagus. Tapi juga perangai yang baik dan tentunya sumbangsihnya pada negara ini, negara Indonesia. Tempat di mana dirinya telah menjadi seorang idola.

PS : setahun setelah tulisan ini dibuat (dengan bahasa yang sangat engga gue bangeud, heuheu,,, gue baru merasakan payahnya ngantri wat audisi lokal Indonesian Idol di Sabuga.waktu ama si bentjonk nih. semoga lekas sembuh,,, naon sih???)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home