Sunday 6 June 2021

Pada Secangkir Kopi Yang Bergula

(hari lima #IbadahMenulis sepanjang Juni 2021)

 

Ada foto berupa gambar gelas kaca mungil berwarna oranye masuk ke WhatzUpp. Dia klik foto itu, lalu dia geser-geser jemarinya untuk memperbesar tampilan di layar.

Terlihat hanya terisi setengah, si cairan gelap di gelas dalam foto itu.

Setelah bengong bego sekian detik, dia klik sambungan telepon via WhatzUpp. Ke nomor yang mengiriminya foto gelas itu.

Tidak ada jawaban dari seberang sana.

Diteleponnya via jalur biasa. Telepon konvensional.

Horang khaya, jangan kaya orang susah. Mau telepon saja harus pakai sambungan koneksi internet.

Begitu pikirnya.

Masih juga tidak ada jawaban di seberang sana.

Untuk kedua kalinya, dia buat panggilan telepon lagi.

“Eh, halo halo.”

Suara di seberang seberang sambungan telepon menjawab dengan tergesa-gesa.

“Kok sudah minum kopi lagi? Katanya masih kembung perutnya.” tanyanya datar.

“Ciyeeee, marah. Tanda sayang, nih.”

Suara di seberang berubah, dari tergesa-gesa jadi santai berlatar gumam-gumam tawa tertahan.

“Ya, ngga gitu juga.”

Masih datar, dibalasnya ciye-ciye si pengirim gambar kopi.

Obrolan di telepon hanya berlangsung beberapa menit, dan lebih terdengar seperti interogasi. Antara si penelepon dan yang ditelepon, tentu saja.

Malam itu juga, kedua insan manusia dalam percakapan telepon singkat tadi akhirnya bertemu.

“Gimana? Asyik yah? Suka?”

Yang ditanya tersenyum lebar.

“Oh, jadi ini kiriman darinya?” tanya si pemilik senyum lebar.

“Yo’i. Tapi kan tidak kurahasiakan darimu.”

“Iya juga ya. Coba ah. Masih mau, ngga?”

“Boleh. Dikit, ya. Setengah gelas biasa saja.”

Yang mengajak mencoba meraih gelas mungil oranye yang tadi dilihatnya hanya di foto.

“Punyamu nanti di gelas oranye ini lagi, ya.” ujarnya.

“Oke. Biasa, ya. Masih belum bisa gelap-gelapan kopi item gitu, pusing ngga enak pahit.”
”Okeeeeee. Dua banding satu, seperti biasa.”

Keduanya lalu minum kopi bersama sampai akhirnya, “Kok ini manis banget sih kayak kamu?”

“Oh, itu berkat etilen glikol. Sianida itu merepotkan, dan terlalu drama. Seperti kisah kopi sianida beberapa tahun silam.” Yang disebut lebih manis dari minuman kopinya berkata santai sambil tersenyum genit.

“Hah?”

Perlahan tapi pasti, efeknya mulai terlihat.

“Love you too, Sayang.” ucapnya masih genit seraya meraih si gelas mungil berwarna oranye dari genggaman tangannya.

 

Provinsi Bigot Jawa Barat,

5 Juni 2021

Labels: , ,

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home