Wednesday 2 June 2021

Karena Aku Lelaki

 (hari dua #IbadahMenulis sepanjang Juni 2021)


"Aku lelaki, tak mungkin..."

"Menerimamu bila..."

"Ternyata kau mendua..."

"Membuatku terluka..."

Kunikmati lagu ini sambil kunikmati hembusan asap kretek djee zam zoe, juga sambil kunikmati semburat pekat air gelap bernama kopi yang mengalir melewati kerongkongan.

"PAK ZENAL... PAAAK!"

Tepukan di bahu mengembalikanku ke kesadaran mengenaskan sore ini. Rupanya ada yang memanggilku. Tentu aku tak mendengar apa-apa yang dikatakannya sebelum ini.

Kulepaskan si penyumpal kuping alias headset, yang telah membuatku hanyut dengan beberapa lagu patah hati.

Sambil menoleh, kumatikan puntung kretek walau masih setengah batang tersisa.

"Pak Zenal, ini bagaimana Pak?!"

Sesosok perempuan paruh baya yang tadi menepuk bahuku berseru, sambil memperlihatkan wajah panik bercampur prihatin. Mungkin, prihatin. Setidaknya itulah yang kudapat dari tatapan mata beliau.

"Saya kira sudah selesai, Bu Fauziah." sahutku setengah menghela napas.

Kutatap sejenak beliau seraya kuikuti beliau kembali ke ruangan. Ruang kerjaku. Si pesuruh segala macam.

Kulihat beberapa tumpukan berkas.

Neraka itu sebenarnya memang ada.

Di sini. Di ruangan ini. Di minggu ini.

Dan di sejumlah hari lain sebelumnya.

"Maaf, Pak Zenal. Kata BAPAK, ini masih perlu perbaikan. 

Ini sudah tiga puluh menit melampaui jam empat sore. Seminggu terakhir ini pulang selalu di atas jam sembilan malam dan gratisan.

Senyumku pada Bu Fauziah sepertinya semakin memperkuat rasa prihatin beliau.

"Nanti saya suruh Fatimah bawakan makanan lagi ke sini ya, Pak." ujar beliau tanpa tedeng aling-aling.

Yah. Lumayan. Daripada tidak ada hiburan sama sekali.

Bu Fauziah meninggalkan ruangan.

Sendirian kuhadapi PR yang bukan bagianku. Seperti biasa. Namun, pesuruh segala macam sepertiku bisa apa.

Entah berapa lama sudah, tak kusadari waktu yang berlalu.

Entah itu salat entah itu apa.

Hari ini aku ingin melakukan apa saja sesukaku.

"Pak Zenal, ini makan malam dulu."

Kulihat senyum manis Fatimah dan kotak makanan yang dibawakannya. Seminggu lembur gratisan dan seminggu bersama senyuman Fatimah.

"Wah. Saya merepotkan terus, ya." ucapku. Tentu saja basa-basi. Kebahagiaan kecil seperti ini, dari mana lagi kudapatkan.

Sungguh pun. Hanya untuk hari ini. Aku ingin bermanja, dan berteriak. Meneriakkan segala yang ingin kuadukan pada kehidupan bekerja yang mengenaskan.

Saat aku sedang menyantap bekal makan malam pemberian mereka, keluarga Bu Fauziah dan Fatimah, suara dering di ponsel Fatimah memecah jengah di ruangan.

Sambil memberi gestur permisi, Fatimah menjawab suara telepon.

Aku memaksa telingaku untuk nguping!

. . .

HAH? ITU DIA NGOBROL SAMA PACAR?

BANGSAT.

AH! HIDUP BENAR-BENAR LUCU!



Provinsi Bigot Jawa Barat,

2 Juni 2021

Labels: , ,

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home