Tuesday 3 February 2009

Filsafat Eksistensialisme Masa Kini

Setelah berceloteh tralala bahwa gua lagi getol-getolnya berfilsafat eksistensialisme, gua sebagai pelaku utama perumus teorema tak vivid dan tak valid akan menuliskan falsafatnya dalam versi yang lebih modern alias terkini. Sok gaul gitu gue...

Lebih lucunya lagi, saya menemukan ide untuk perumusan filsafat ini setelah menjelajah sebuah blog cihuy yang nekat jadi pengikut gua. Wah, belom tau dia. Ngikuti mblog gua bisa mbikin gila. Hahak...(WASPADALAH, WASPADALAH...)

Ini ingpoh - Filsafat Eksistensialisme - gua cerna pertama kali setelah membaca Sophie's World edisi terjemahan Basa Indo.

Lebih gilanya lagi, seorang sesepuh (baca : salah satu Penyair Nagari, dan salah lain dari orang gablek - hehek, maap Mbah Mardjuki...) malah berkomentar ke saya, via ceting, bahwa sumber kegelisahan saya adalah mengenai eksistensi.

Wah, apa pulak itu? Jangan kaget, itu hanya pembicaraan tentang puisi. Ndilalah, saya dan dia satu pemikiran. Kurang lebih, bahwa puisi adalah jalan batin (dan saya menyebutnya sebagai suatu kekurangkerjaan) meski kenyataannya nama dia ud dikenal nama gua, nyaris dikenal - sebagai perusuh. Hahaha *dah gitu bangga lagi...

Hokeh, mari kita persingkat tulisan teu peunting ini. Apakah perumusan Filsafat Eksistensialisme versi modern tersebut?

I am narcist, therefor I eksist. (tadinya tuh fatwa kagak pake kata am. secara gua menjunjung tinggi intelektualisme, maka alangkah idiotnya jika gua luput menulisnya dengan tata bahasa yang baik n teler. hueee...)

Hokeh, saya yakin seyakin-yakinnya umat bahwa kalian mesti akan protes dengan kata narcist ini. Dalam bahasa Indonesia mesti bertuliskan narsis, kayak ABG korban sinetron ajah (gila, sebegitu sentimennya gua ama anak-anak ABG n sinetron. hauhauhau...)

Dalam bahasa Indonesia, kurang lebih menjadi : Saya narsis, maka itu saya eksis.

Yah, kan ud menjadi bagian dari kosa kata Indonesia bukan, kata eksis ini. Soalnya rimanya jadi gak pas kalok gak pakai kata eksis. Payah yah gua, segitu sukanya ama rima, si rime anak tetangge. heuuu...

Narsis, jika memang memiliki kompetensi di bidangnya, kenapa tidak?

Hari ginih mah yah, ud gak butuh lagi malu-malu babi - tidak jaman lagi sok-sok merendahkan diri meninggikan mutu. Maka, jika mau merendah, tak perlu meninggikan mutu.

Dengan demikian, fatwa filsafat baru yang tak vivid dan tak valid dengan ini saya nyatakan resmi sah! (curiga gua calon seseorang yang di masa depan akan menderita Post Power Sindrom. ah, semoga tidak...)

NB : jika ada yang tak paham, sila sila mengirim email pada saya *sheuuu, sok eksis n peunting pisan urang...

1 Comments:

Blogger criszou said...

"I am narcist, therefor I eksist"

Ketika diriku sadar bahwa diriku ini narcist. Diriku mengalami kebebasan. Semua batas yang meciptakan diriku menjadi kabur.
Aku narsis, aku eksis, aku bebas, bebas dari semua belenggu.
Dan dalam puncak kebebasan, diriku sekali lagi tebelenggu oleh kebebasan itu.

Narsis menjadi benteng perlindungan dari apa yang di luar. Inilah diriku, inilah aku. Aku adalah aku. Setelah itu, aku.........

2/15/2009 4:57 pm  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home