Friday 4 June 2021

KESALINGAN

(hari empat #IbadahMenulis sepanjang Juni 2021)


Karena bir sulit ditemukan di sini, jadi kuputuskan untuk berngopi saja.

Salah satunya karena ada seseorang yang sungguh ngotot ingin bertemu.

Wabah masih berlanjut, demikian pula kegelisahan hati masing-masing manusia.

Sepertinya begitu.

Kebetulan sudah lama tidak melihat situasi di luaran sana.

Ceritanya nih, kerja dari rumah.

. . .

“LAMA BANGET. SUDAH MAU LUMUTAN INI?” teriaknya saat kurespons panggilan teleponnya.

“Sebentar. Ini mau nyupir ke sana.”

“AYO BURUAN.”

”Iyaaaaa.” balasku seraya mematikan sambungan segera.

. . .

Sesampainya di sana, aku disambut dengan sapaannya yang setengah merajuk.

“Ayo siniiiiii. Kopi item lagi kan? Dasar kuli.” sungutnya.

“Lho, masalahnya di mana dengan minumku?” balasku tak mau kalah merajuk.

Hanya dalam satu jam, setengah bungkus rokok kami habiskan bersama dalam obrolan tak tentu arah. Tepatnya, tak tentu arah tetapi semua mengarah padanya.

Hingga akhirnya dia merendahkan suara seperti bisik-bisik tetangga.

 

You sing, you lose~

 

“Memangnya aku salah? Bukankah aku berhak  untuk menentukan kriteria yang sesuai apa yang kuinginkan?” sentaknya.

“Lho jangan tanya sama saya.” balasku sekenanya.

“Kalau ngga dapat, ya kerja laaaaah. Cari sendiri.”

“Cari apa?” tanyaku masih sekenanya.

“Cari suami. Ya cari duit dong. Buat beli rumah.”

“Nah, itu.” serbuku. “Bagaimana kalau calonmu itu datang saat kamu sudah punya rumah. Karena ya, dia belum punya apa-apa jadi dia mencari yang sudah punya apa-apa.” lanjutku sambil mesem.

“Oh tentu tidak bisa. Rumah itu harga diri laki-laki.” sahutnya seraya kembali menyalakan rokok.

“Lho tapi kan kalau kamu saja bisa menentukan kriteria kenapa laki-laki tidak bisa? Ngga adil dong namanya.”

Dia terlihat bingung. “Aku ngga ngerti ya, jalan pikiranmu.”

Tersenyum, kuraih rokokyang terselip di jemari tangannya.

“Kamu berhak. Dan tentu saja semua orang berhak. Salahnya di mana, ya tidak ada. Namun, kalau ternyata tidak ada kesesuaian karena yang didapat tidak sesuai kriteriamu, kamu mau apa?” balasku perlahan seraya kusesap rokoknya.

“HEH. NYALAIN SENDIRI DONG.” Sambil protes dikeplaknya punggung tanganku.

“Aduh, gimana sih. Jadi ketetesan api kan.” protesku balik.

Sejenak dia tertegun. Dinyalakannya kembali rokok yang baru, disesapnya perlahan.

“Lho ya ngga mau lah aku, kan ngga sesuai kriteria eh.”

“Nah, ya sudah, jadinya kan karena tidak ada kesesuaian tho?”

Kembali dia tertegun.

Akhirnya dia mendengus kembali, “NGGA PAHAAAAAM.”

“Ngomongnya yang gampang-gampang saja dong.” lanjutnya

“Kamu maunya pasanganmu itu yang sudah punya rumah. Kalau ketemunya sama yang mencari yang sudah punya rumah, ya berarti ngga sesuai kan. Ya sudah.”

”OPOSHEH. MBLUNDER GITU LHO.” ucapnya bersungut-sungut.

“Terus kamunya mau ngga sama aku? Kamu kan sudah punya rumah…” ucapannya yang menggantung ditutup dengan: “… warisan.”

Kutarik napas dalam-dalam via rokok yang sudah mendekat puntung.
”Maaf yha, saya ngga terlalu suka cewek.”

Spontan dia terbahak.

“Ya iyalaaaaaah. Kan sama cewek juga. Masih pakai beha gitu juga, masih menstruasi pula. Apa namanya kalau bukan cewe.” Kali ini celetukannya menyembur ditingkahi tawa.

“Bukan karena aku janda, kan?” tanyanya. Giliran dia yang mesem.

“BUKAN.” balasku segera, singkat.

“HAHAHAHAHAHAHAA.”

“Bukan karena aku janda anak satu kan, kan?” tanyanya lagi masih sambil mesem.

“BUKAN.” sergahku masih singkat.

Lagi, dia tertawa lepas. “HAHAHAHAHAHAHAA.”

“Ketawa lagi, ngga disupirin pulang nih” ancamku.

Sisa tawanya masih sejenak mewarnai obrolan di antara kami, yang sepertinya semakin tak tentu arah.

Walau tadi beberapa kepala sempat menoleh, melihat ke arah kami yang hanya berdua tetapi cukup gaduh, kami tidak peduli.

Masalahnya di mana?



 

(neto: 606 kata)


Provinsi Bigot Jawa Barat,

4 Juni 2021

Labels: , ,

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home