Parasit Lajang Setengah Sehat
mungkin faktor abis baca buku kumpulan essay mbak ayu utami, judulnya si parasit lajang. terus jadi pengen nulis begini...
hari ini, kamis 23 agustus 2007. tadi malem kepikiran pas baca diary (haree begenee masih bikin diary? yaa secara haree begenee bahkan tembok bisa mendengar dan pintu bisa berbicara???), tragedi-EcengGendok membuka semua jelaga yang menghitam dalam otak. oia, tentang tragedi-Ecenggendok yaitu si Eceng yang BIKIN gendok, nampaknya beberapa orang tertentu tau lah yaa? hah, bocor juga mulut sendiri ini? sebelum digosipkan oleh publik, masi kita menggosipkan diri sendiri dulu...
Ada yang ngerasa engga, kadangkala manusia indonesia begitu asingnya dengan kata privasi? Dipikir-pikir, budaya barat yang katanya cenderung jauh dari nilai-nilai adat ketimuran, masih ada baiknya juga. Privasi.
Entah kenapa manusia agaknya tercipta untuk ditanya dan bertanya, dengan catatan kalo si penanya merasa baik (entah itu keadaannya secara fisik maupun,,, ah terserahlah...).
Pertanyaan 1: Anaknya sekolah di mana (diajukan pada orangtua kita, beban masih ada padanya)? jawabannya akan mudah jika memang sekolahnya bagus nilai bagus berprestasi de el el. jika tidak, menjawab akan menjadi hal yang sulit.
Pertanyaan 2: Nilai kamu gimana? (akhirnya, beban berpindah ke kita). jawabannya akan mudah jika nilainya bagus. dari sini mulai awalnya perbandingan.kadangkala pertanyaan nilai diajukan hanya untuk membandingkan.
Pertanyaan 3: Udah lulus belum? (diajukan pada mahasiswa tingkat akhir yang mulai tidak jelas eksistensinya di kampus). lagi-lagi jawaban semakin sulit jika si penanya tahu angkatan kita, dan kenyataannya adalah mendapat gelar sarjana tidak semudah membalikkan telapak tangan (ya iya lah, suka bodoh ah!)
Pertanyaan 4: Giliran udah lulus (ini adalah apa yang disebut dengan follow-up question. bahwa, sesudah lulus masih ada pertanyaan berderet menanti anda!) pertanyaannya menjadi; kerja di mana sekarang? jawab sajah sesukamu tapi jangan sekali-sekali memberi jawaban bahwa mencari pekerjaan bukanlah sesuatu hal yang penting dalam hidup. umumnya orang menganggap membuat pekerjaan lebih TIDAK-JELAS_MASA-DEPANNYA daripada mencari pekerjaan.
Pertanyaan 5: Mungkin pertanyaan ini akan bersaing sempurna dengan pertanyaan 4, yaitu; Sudah menikah? jawaban positif yang sebenarnya negatif adalah belum. jika menjawab tidak, maka akan ada reaksi tak terduga seperti alis naik atau jadi adu-argumen (menurut opini mbak ayu utami juga lho ini...)
Pertanyaan 6: Sudah punya anak berapa? (jika sudah menikah tentu. lain halnya jika punya anak kandung dan tidak, eh, belum menikah). dipikir-pikir koQ punya anak mesti diperbandingkan? katanya anak itu titipan Tuhan, kalo engga dititipin ya jangan protes duonk.
Pertanyaan 7: apa lagi ya? Masih hidup atau sudah mati? ah, absurd...
Dan jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan semodel inilah yang memberi alasan kenapa seseorang bisa merasa terintimidasi. Lepas dari jawaban seperti apa yang diberikan. lagi pula, tidak ada kewajiban menjawab pertanyaan itu kan?
Kemarin sempet mikir, haree begenee mana ada orang yang peduli dulu seorang J.K. Rowling atau kolonel Sanders itu gimana kabarnya? Tho mereka sudah berhasil menunjukkan hasil akhir yang baik. pertanyaannya (lagi-lagi pertanyaan???) adalah, siapa yang peduli ketika mereka masih bukan siapa-siapa? ah, mereka berproses tanpa dunia mengetahuinya. atau seperti bapak Pramoedya Ananta Toer. dia terus berkarya dan yakin dengan pemikirannya yang ternyata menentang banyak hal. apa tujuannya. engga ada. mereka berbuat awalnya untuk diri sendiri dulu. mbak J.K.Rowling yang bingung gak punya kerja dan UANG. bapak kolonel sanders yang,,, ah ndak taulah itu sejarahnya. dan bapak pram? sastrawan besar indonesia (bu bawel dulu pernah bilang, ah sastrawan tu suka berpikir jika bacaannya njelimet alias susah berarti karyanya hebat. kalo bagi jurnalis itu berarti kemunduran. berarti ada yang salah dengan si penulis).
Tapi tadi pagi malah terbagun dengan satu kalimat terlintas di otak, kenapa aku kayak pelacur dalam kandang babi? (berterimakasihlah pada teman-kencan tengah-malamku, yang mengajak melihat lengangnya gazeebo dan sepanjang jalan nista pada jam nyaris 12 malam. juga terimakasih pada seseorang yang meneleponku, jadi ketahuan aku sedang jalan-jalan tengah malem buta, ya tho? terimakasih wat yang ajakin SMS-an tadi malem secara dia yang insomnia eh gue sih sakit kepala. dan special guest-star yaitu mas monyet-gunung. bro, aku minta oleh-oleh seriusan lho ah!) ah, bentuk kalimat negatif bukan? pelacur. kandang. dan terutama babi. kenapa? entah. enga solat subuh, disebabkan baru tidur jam 4 pagi. ah,,, dan jerawat pun menjawab 'bodoh kamu?! berbicara pada Penciptamu koQ LALAI?'
Secara fisiologis, seseorang tak mungkin mati karena faktor psikologis. Memangnya faktor psikologis seperti apa tho? ENTAH. Sayangnya penyakit jiwa, eh dokter jiwa, di indonesia belum ngetren. Pada akhirnya, mungkin tulisan ini dibikin sebagai ajang terapi-psikis pribadi. Penyembuhan diri begitu. self-healing...
mungkin faktor abis baca buku kumpulan essay mbak ayu utami, judulnya si parasit lajang. terus jadi pengen nulis begini...
hari ini, kamis 23 agustus 2007. tadi malem kepikiran pas baca diary (haree begenee masih bikin diary? yaa secara haree begenee bahkan tembok bisa mendengar dan pintu bisa berbicara???), tragedi-EcengGendok membuka semua jelaga yang menghitam dalam otak. oia, tentang tragedi-Ecenggendok yaitu si Eceng yang BIKIN gendok, nampaknya beberapa orang tertentu tau lah yaa? hah, bocor juga mulut sendiri ini? sebelum digosipkan oleh publik, masi kita menggosipkan diri sendiri dulu...
Ada yang ngerasa engga, kadangkala manusia indonesia begitu asingnya dengan kata privasi? Dipikir-pikir, budaya barat yang katanya cenderung jauh dari nilai-nilai adat ketimuran, masih ada baiknya juga. Privasi.
Entah kenapa manusia agaknya tercipta untuk ditanya dan bertanya, dengan catatan kalo si penanya merasa baik (entah itu keadaannya secara fisik maupun,,, ah terserahlah...).
Pertanyaan 1: Anaknya sekolah di mana (diajukan pada orangtua kita, beban masih ada padanya)? jawabannya akan mudah jika memang sekolahnya bagus nilai bagus berprestasi de el el. jika tidak, menjawab akan menjadi hal yang sulit.
Pertanyaan 2: Nilai kamu gimana? (akhirnya, beban berpindah ke kita). jawabannya akan mudah jika nilainya bagus. dari sini mulai awalnya perbandingan.kadangkala pertanyaan nilai diajukan hanya untuk membandingkan.
Pertanyaan 3: Udah lulus belum? (diajukan pada mahasiswa tingkat akhir yang mulai tidak jelas eksistensinya di kampus). lagi-lagi jawaban semakin sulit jika si penanya tahu angkatan kita, dan kenyataannya adalah mendapat gelar sarjana tidak semudah membalikkan telapak tangan (ya iya lah, suka bodoh ah!)
Pertanyaan 4: Giliran udah lulus (ini adalah apa yang disebut dengan follow-up question. bahwa, sesudah lulus masih ada pertanyaan berderet menanti anda!) pertanyaannya menjadi; kerja di mana sekarang? jawab sajah sesukamu tapi jangan sekali-sekali memberi jawaban bahwa mencari pekerjaan bukanlah sesuatu hal yang penting dalam hidup. umumnya orang menganggap membuat pekerjaan lebih TIDAK-JELAS_MASA-DEPANNYA daripada mencari pekerjaan.
Pertanyaan 5: Mungkin pertanyaan ini akan bersaing sempurna dengan pertanyaan 4, yaitu; Sudah menikah? jawaban positif yang sebenarnya negatif adalah belum. jika menjawab tidak, maka akan ada reaksi tak terduga seperti alis naik atau jadi adu-argumen (menurut opini mbak ayu utami juga lho ini...)
Pertanyaan 6: Sudah punya anak berapa? (jika sudah menikah tentu. lain halnya jika punya anak kandung dan tidak, eh, belum menikah). dipikir-pikir koQ punya anak mesti diperbandingkan? katanya anak itu titipan Tuhan, kalo engga dititipin ya jangan protes duonk.
Pertanyaan 7: apa lagi ya? Masih hidup atau sudah mati? ah, absurd...
Dan jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan semodel inilah yang memberi alasan kenapa seseorang bisa merasa terintimidasi. Lepas dari jawaban seperti apa yang diberikan. lagi pula, tidak ada kewajiban menjawab pertanyaan itu kan?
Kemarin sempet mikir, haree begenee mana ada orang yang peduli dulu seorang J.K. Rowling atau kolonel Sanders itu gimana kabarnya? Tho mereka sudah berhasil menunjukkan hasil akhir yang baik. pertanyaannya (lagi-lagi pertanyaan???) adalah, siapa yang peduli ketika mereka masih bukan siapa-siapa? ah, mereka berproses tanpa dunia mengetahuinya. atau seperti bapak Pramoedya Ananta Toer. dia terus berkarya dan yakin dengan pemikirannya yang ternyata menentang banyak hal. apa tujuannya. engga ada. mereka berbuat awalnya untuk diri sendiri dulu. mbak J.K.Rowling yang bingung gak punya kerja dan UANG. bapak kolonel sanders yang,,, ah ndak taulah itu sejarahnya. dan bapak pram? sastrawan besar indonesia (bu bawel dulu pernah bilang, ah sastrawan tu suka berpikir jika bacaannya njelimet alias susah berarti karyanya hebat. kalo bagi jurnalis itu berarti kemunduran. berarti ada yang salah dengan si penulis).
Tapi tadi pagi malah terbagun dengan satu kalimat terlintas di otak, kenapa aku kayak pelacur dalam kandang babi? (berterimakasihlah pada teman-kencan tengah-malamku, yang mengajak melihat lengangnya gazeebo dan sepanjang jalan nista pada jam nyaris 12 malam. juga terimakasih pada seseorang yang meneleponku, jadi ketahuan aku sedang jalan-jalan tengah malem buta, ya tho? terimakasih wat yang ajakin SMS-an tadi malem secara dia yang insomnia eh gue sih sakit kepala. dan special guest-star yaitu mas monyet-gunung. bro, aku minta oleh-oleh seriusan lho ah!) ah, bentuk kalimat negatif bukan? pelacur. kandang. dan terutama babi. kenapa? entah. enga solat subuh, disebabkan baru tidur jam 4 pagi. ah,,, dan jerawat pun menjawab 'bodoh kamu?! berbicara pada Penciptamu koQ LALAI?'
Secara fisiologis, seseorang tak mungkin mati karena faktor psikologis. Memangnya faktor psikologis seperti apa tho? ENTAH. Sayangnya penyakit jiwa, eh dokter jiwa, di indonesia belum ngetren. Pada akhirnya, mungkin tulisan ini dibikin sebagai ajang terapi-psikis pribadi. Penyembuhan diri begitu. self-healing...
Labels: Terapi Psikis Pribadi
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home