Wednesday 30 June 2021

Dunia Tanpa Kenapa

(setoran terakhir Juni tahun ini)

"Ke mana saja sih? Sombong banget hidup. Sudah kayak pejabat, dicariin susah banget."
Mbrudul itu salam sapa, sudah kayak muntah. Yang diserbu hanya manyun.
"Ya, bagaimana dong. Sibuk banget. Mana jaringan susah betul. Itu pakai apa sih? Kok kayak jaringan internet level dewa. Enak banget."
Gantian dia yang mbrudul, salam sapa balasannya.
Sambil lihat-lihat menu, kurapatkan jaket yang kupakai.
"INI LAGIAN NGAPAIN SIH. IKUTAN KE SINI. JAM SEGINI. KATANYA LAGI SAKIT?" bentaknya tiba-tiba.
Aku mengkerut, bukan karena takut melainkan karena kaget.
"Pengen dibilangin gitu juga, sama pacar. Kan biar diperatiin gituuuu. Huhuhu." ujarku sambil pasang tatapan mata memelas, kayak anak kucing gitu deh.
"Memang punya? Kok saya tidak tahu." sahutnya sambil melirik tajam.
"Oh iya, yah. Kan ngga punya. Pacar, kan?" ujarku lagi, masih sambil memelas.
"Oke. Sekarang jawab. Kenapa nyusulin ke sini? Sudah enakan memang, badannya?"
Kali ini dia bertanya tanpa melihat ke arahku. Sibuk memilih-milih sepertinya.
Benar dugaanku, tanpa menunggu jawabannku, dia sudah bertanya tentang menu.
"Ini saja. Mau? Ini kayaknya enak. Kebetulan, saya sangat lapar. Tapinya kok malas makan yah."
Kulihat apa yang ditunjuknya. Kubaca nama menu itu. "Strawberry Delight Cheesecake. MAU MAU MAU."
"Kok stroberi juga. Nanti ngga bisa saling icip. Yang grinti, saja. Kalau begitu. Stroberi satu, grinti satu. Asyik?"
Aku mengangguk-angguk antusias. "Mau susu saja, ngga mau kopi." lanjutku menimpali, saat kulihat dia sudah mulai lihat-lihat menu minuman.
"Itu juga kayaknya asyik. Susu murni saja ya, putih, tawar. Enak, kan?"
Sambil mengobrol tak jelas ke sana dan ke sini, ke sana lalu kemari, aku kembali dengan hal-hal aneh yang melintas di kepala sejak kemarin.
"Kenapa ya, orang buat cerita segala?"
Dia menatapku heran. "Lha, kenapa? Kok malah tanya sama saya."
"Dari kemarin juga sudah tanya-tanya sama tembok." sahutku sebal.
Dia masih menatapku heran, walau akhirnya dijawabnya juga.
"Ya, mungkin karena memang ada yang ingin diceritakan. Atau mungkin, ada yang ingin ditanyakan. Atau apalah itu. Sama saja kan, seperti kenapa kita baca cerita segala. Atau mungkin, mendengar cerita. Entah itu cerita, entah itu gosip."
Aku hanya mengangguk-angguk sambil setengah bego.
Pesanan kami akhirnya datang.
"Dah ah, kebanyakan nanya kamu. Makan." perintahnya.
Kami jadi sibuk mengunyah. Tepatnya, aku jadi mengunyah, karena diingatkan olehnya.
Sesekali sambil disambi seruput si susu murni hangat, putih dan tawar tanpa gula.
"Kok samaan sih, ngga digulain susunya?" tanyaku sambil mencaplok Greentea Delight Cheesecake di hadapannya.
"Karena, memang ini enaknya begini." jawabnya sambil gantian mencaplok si Strawberry Delight Cheesecake yang sejak awal sudah terlihat menggairahkan bagiku.
"Jadi, sudah enakan banget nih?"
Aku diam saja, tak berani bilang kalau indera penciumanku masih belum kembali. Sudah beberapa hari berlalu sejak aku menyadari kalau aku bahkan tak dapat mencium, bau busuk sampah sisa makanan.
"Dingin." balasku sambil merengut menyebalkan.
"YA SIAPA SURUH IKUTAN KE SINI SEGALA." sentaknya.
"Mau ngapain sih, ke sini?" tanyaku.
"Mau mabar, dong. Main bareng. Di sini kan bisa dapat tumpangan waifay yang bagus." jawabnya sambil menggerakkan dagunya, ke arah belakangku.
Kutengok ke arah belakang.
"Oh." desisku.
Sambil mulai asyik tenggelam dalam permainan, aku celingukan melihat ke sekeliling. Angin malam ini, terasa semakin dingin. Entah memang benar begitu.
"Memang lagi dingin kok. Buka tas deh, kayaknya ada jaket satu lagi di dalam situ."
Seperti bisa mengetahui apa yang kupikirkan diam-diam, dia memberi gestur dengan kepalanya, ke arah tas di dekat kursinya. Tergeletak begitu saja, si tas punggung hitam besar lusuh miliknya ini.
Kukeluarkan jaket yang dimaksud. Baru hendak kupakai, menambah lapisan badanku yang sudah duluan berjaket, dia sudah berkata lagi, "Sori, agak bau yak? Kayaknya tadi pagi masih agak lembab sudah kulipat lalu disimpan di tas, dan belum dikeluarkan sejak pagi itu."
Diam, tak ingin dia tahu kalau aku masih tak dapat mengendus bebauan apa pun, kupasang saja jaket itu, menumpuk di badanku.
"Kalau kamu kepikiran, karena masih ingin coba buat draf novel lagi, ya buat saja. Saya dukung, selalu. Kenapa harus dipusingkan dengan kenapa orang buat cerita segala."
Kali ini dia mengatakannya sambil melihat ke arahku.
"Sesekali, hiduplah tanpa terlalu banyak mengkhawatirkan kenapa." lanjutnya lagi.
Tanpa sadar, aku lantas bergumam, "Kenapa?"


Provinsi Bigot Jawa Barat,
30 Juni 2021


Labels: , , ,

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home