Tuesday 25 September 2007

Setegah Isi Setengah Kosong

sedikit kembali ceria di tengah ironi belum jadi sarjono dan nilai-nilai kuliah yang kronis...lumayan cerpennyah jadi 60 terbaik juga secara pusing ajah tuh juri baca 1119 naskah yang masup. tp kerna engga masup 14 terbaik jadi belom bisa diterbitkan jadi buku, apalagi jawara 1 2 3. terusnyah dapet komentar dari seorang teman. dia bilang "Bagus deh nambah deret referensi+pengalaman walau gagal" trus ada efek senyum setelah kalimat.
mungkin ekspektasi berlebihan bisa menjatuhkan mental di akhir, tetapi depresi akut di awal bukannyah bisa membunuh juga?
jadi inget seorang teman lain. tulisan dia dimuat di situs kimia se-indonesya-eun. di chem-is-try kewrendh sumpee. pengen deh bisa juga kayak dia.
seperti kata seorang temen yg namanyah irip nama depan sayah, secara angkatan 2 tahun lebih muda. orang-orang gedung D5 di jurusan kebanyakan mumet sumpek rungsep - pemikiran kolot basi dan konvensional. lhah aku bilang sih di komentar ke blog teman keknyah kurang lebih ginih : "meskipun gedung D5 jurusan itu mematikan kreativitas menghambat kebebasan berekspresi dan feodal mampus, kalu gag di gedung D5 jurusan belom tentu QT kenal?"
ah, sebuah perjalan panjang rahasia hidup...tapi sebetulnya ilmu kimia itu sangat berguna lhoh! buktinya gejala mental-disorder alias gangguan jiwa bisa dikurangi dengan garam litium. seperti apa?nantikan sajah nanti jika sayah sudah mengerti hehehe...
yaa, itulah hidup. emosi naik turun kayak denyut nadi thoh?daripada idupnye datar-datar ajeh? kagak bewarna ah kagak seru...
dan jadi inget lagi ada junior di jurusan yang bilang "apa dong teh, kalu nulis sekarang takut salah nih". padahal kan kata iklan detergen R***O (biar gag bisa dilacak mesin pencari hehehe) GAK ADA NODA YA GAG BELAJAR. mungkin juga kalo kebanyakan noda jadi susah dibersihkan. yah, buang sajah thoh itu baju...ketauan bangeud pan kalu di gedung jurusan D5 itu yaa, gitu itu...
manusia oh manusia. atau mungkin aku aja thoh yang apatis dan individualis dan sarkastis?
sudahlah tak perlu dipikirkan. semoga adegan memasak sahur bisa menghasilkan masakan sahur oke. kenapa? karena lagi maleuz dandan dan mao belajar masak. tapi sebenernya gara-gara aturan tak tertulis paksa yang disetujui dg sukacita. hehehe. amin...

tersedia english version of my blog in my multiply: mum gave me advice

Saturday 22 September 2007

Cowo Bregsek VS Cewe Brengsek


Lagi-lagi isu gender. Seorang teman bernama si waremz yang biasa saya katakan sebagai rival dan bespren bilang menjadi cowo brengsek ituh penting. Sebab apa? Agar bisa mendapatkan wanita. Tentang a true pathetic thing dan high demand seorang cowo, bahwasanyah menjadi seorang cowo brengsek justru malah diminati wanita.

Di blog FS saya menuliskan yang luput, menaanggapi pernyataan dari seorang Bang Aldy:

Cowo dan Cewe Brengsek

"Cowo jika tidak brengsek memang gay, tapi jika cewe tidak brengsek ya bodoh. Kenapa bodoh? Karena mau ama cowo brengsek." - ini pernyataan dia lhoh - narator

Akhirnyah sayah balikan lagih. Lhah cowo-cowo bisa menjadi brengsek berarti alat bantu kebrengsekannyah yaitu wanita-wanita jadi sisaan dunk, ampas kecap kalle? Setelah menjadi berpengalaman, ada kemungkinan cewe sisa ekspor eh sisa dari perjalanan menjadi cowo brengsek cowo lalu menjadi cewe brengsek, dengan cara membrengseki cowo-cowo. Lhah, jangan salah. Ada juga lhoh cowo menjadi brengsek karena pernah dibrengsekin cewe.

Sekedar mengingatkan, brengsek di sinih tidak melulu berarti melibatkan urusan fisik atau seks yaa. Brengsek ditinjau dari sudut pandang HATI. Halakh...

Intinyah saya pengen bilang bahwa pada dasarnya brengsek berbrengsek inih memang lingkarang setan, ya itu-itu ajah kayak narkoba thoh? Yang lebih konyol lagih adalah : bebrapa teman saya yang gay setuju dengan pendapat saya.
"Wah, darlin' mantan kamu ituh kok yaa dosanyah dobel. Udah brengsek gay pula."

Dunia oh dunia...

Di multiply ada sedikit bahasan, tapi
multiply English version lhoh ;p

Labels:

Friday 21 September 2007

yippie ESYA bandung gua udah jadi

022 9 216 9 33 X

di mana X adalah nomor pokok mahasiswa (anjrittt?haree begene masi jadi mahasiswa? gag papah. santai da. jika bodoh adalah belum lulus, maka saya menyatakan diri saya hanyalah kurang beruntung. ya iya ajah mengingat nilai gue juga berderet RANTAI KARBON alias C smuah higs ;'( hah gag penting. nanti sayah akan makan garam ber-litium sajah. penasaran? nantikan di tulisan berikutnyah)

banci ya banci dah gua. secara bikin pengumuman juga di semuah blog yg blogspot dan multiply

Friday 14 September 2007

poto papa gendong uTi?
karena blogger lagi dudul, jadi gak iso dipajang. yowez tar lagih ajah. inih jg belom bs kekirim uyy. failed DUONK!!!
Papa Tercinta

Saya adalah anak perempuan sulung dalam keluarga. Ayah saya - yang biasa saya panggil papa - lahir pada tahun 1955. Pas foto papa ini entah diambil pada tahun berapa. Yang jelas, mama (panggilan saya terhadap ibu saya) bilang itu adalah foto papa ketika masih muda dan masih ganteng.
Papa menikahi mama pada tahun 1983, lalu lahirlah saya pada tahun 1985. Betapa jauh rentang usia papa dan saya.
Di foto Feb’88 ada saya berusia hampir tiga tahun (saya lahir bulan Juli) sedang digendong papa. Setiap ingat foto itu saya ingin kembali ke masa kecil saya dengan papa yang alhamdulillah masih sehat sampai sekarang. Karena sampai usia saya yang sudah duapuluhdua tahun dan menjadi mahasiswi tingkat akhir, papa selalu menganggap saya seperti anak kecil saking sayangnya.
Mama juga sehat. Hanya saja mama menerima bahwa saya sudah mulai beranjak dewasa. Dan saya selalu berharap ada hari ayah selain hari ibu. Karena saya sayang mereka.
Papa, uthie senang kok selalu menjadi gadis kecil papa. Uthie juga sayang mama…


ceritanyah nyobain bikin buat rubrik sukasuka cita cinta. huayyy. abisnyah kalo blog FS mah khusus pribadi. nah, kalu multiply wat apa y? padahal popotoan eh pas poto papa di atas gue bikin kenangan ke republika. tapi karena merasa nyess syekallee, akhiRRRnya... gua pajang juga deh... hiGs!!!

message sent : 14 sept 07 by yahoo


Minta Maaf Sebelum Munggahan


Saya adalah seorang mahasiswi tingkat sangat akhir (wah, biarkan hanya saya, Tuhan, dan dosen yang tahu). Teman sekampus saya adalah seorang jobseeker. Menjelang puasa seperti biasa kami mendapat SMS mohon maaf dari sana sini. Kami pun membalas SMS sana sini tersebut. Saya pikir ini bagian dari tradisi yang sepatutnya dilakukan. Bukankah meminta maaf itu baik?

Saya di Bandung berstatus sebagai perantau. Sedangkan teman saya si jobseeker itu asli berdomisili di Bandung. Semenjak menjadi seorang perantau, saya pikir ada pertanyaan musiman saat Romadhon, seperi kurma yang marak di bulan Romadhon. Munggahan di mana?

Setelah berdiskusi tidak penting dengan si jobseeker teman saya, saya membuat pemahaman sendiri tentang kata munggahan. Secara harfiah, munggah adalah kata dalam bahasa Sunda yang berarti naik. Menjelang Romadhon, munggahan saya artikan sebagai upaya untuk naik ke tingkat ketakwaan yang lebih tinggi pada Sang Khalik (amin).

‘Munggahan di mana’ akhirnya saya simpulkan sebagai ‘berpuasa pertama di mana’.Ternyata saya baru sadar sekarang. Saya perhatikan kebanyakan muslim Indonesia di Pulau Jawa (entah kalau di daerah lain) akan ber-munggahan alias berpuasa pertama di rumah bersama orang tua. Seperti yang terjadi pada kakak-kakak teman saya yang jobseeker itu. Kakak-kakaknya ada yang tinggal di Jakarta atau ada juga yang sama-sama di Bandung tapi berjarak lumayan jauh. Dan mereka bela-belain mudik ke rumah orangtua dulu buat berpuasa pertama. Kakak-kakaknya teman saya sang jobseeker itu sudah berkeluarga semua lho.Seorang teman saya yang asli dari Jawa Tengah pernah bilang istilah munggahan dalam bahasa jawa, hanya saja saya lupa.Saya sendiri yang asli Cirebon, (dari lahir sampai usia duapuluhdua tahun saya akan tetap menjadi Orang Cirebon - waduh, rasis kedaerahan nih ?) tidak terlalu memusingkan munggahan. Bagi saya saya munggah di mana saja sama. Padahal teman-teman saya yang asalnya lebih jauh lagi (seperi teman saya yang asli Padang, Lampung, dan lain-lain) akan berkata betapa beruntungnya saya karena jarak Bandung Cirebon yang begitu dekatnya (daripada jarak ke tempat asal mereka tentu). Dan mereka menyayangkan kenapa saya tidak pulang saja munggahan di rumah.Lha ini… Mungkin karena tidak pernah dibiasakan untuk tiap-awal-puasa-mesti-pulang-ke-rumah oleh kedua orang tua saya, saya jadi terbiasa untuk bermunggahan di rantau.Lagipula saya pikir munggahan akan menjadi tidak efektif jika jarak seseorang dan keluarganya (lebih tepatnya orangtuanya) sangat jauh hingga memakan ongkos dan waktu sementara banyak hal lain yang harus dikerjakan (misalnya kuliah atau kerja). Bukan berarti saya menganggap kuliah ataupun kerja lebih penting daripada sowan (bertemu) orangtua.

Teman saya si jobseeker suatu ketika pernah berkata bahwa seharusnya dia keluar dari Bandung. Maksudnya merantau keluar Bandung (karena dia asli Bandung). Tapi alasannya apa? Menikah tidak, eh belum. Bekerja apalagi. Yang ada malah nambah ongkos hidup, begitu dia bilang.

Saya sebagai mahasiswi tingkat sangat akhir (semoga berkah Romadhon bisa memberi kemudahan saya dalam meraih gelar kesarjonoan saya ?), akhir-akhir ini saya tidak terlalu suka pulang ke rumah. Rupanya alam bawah sadar saya berkata bahwa saya fobia rumah karena ada beban menanti kapan lulus.Hahaha! Fobia? Sebuah pertanyaan berlebih-lebihan tentang diri sendiri.

Sedangkan teman saya si jobseeker itu menimpali kalimat saya dengan ‘Emangnya lu aja yang ditanya. "Gue juga nih. Menjelang Lebaran gini pasti gue bakalan ditanya kerja di mana. Pan lu tau sendiri gue interview mulu bolak-balik, kerja kagak!"

Kembali ke awal sebelum munggahan adalah konyolnya saya dan si teman jobseeker yaitu kami sendiri sama sekali tidak saling bermaafan baik lewat SMS ataupun ketika bertemu. Terakhir saya bertemu sehari sebelum puasa Romadhon tahun ini dan kami aerobik bersama - gaya ya, aerobik, biar sehat ?.Akhirnya saya memutuskan bercerita di sini sekaligus sebagai permintaan maaf. Pada siapa? Pada orangtua saya tentunya (perasaan bersalah karena belum lulus - hiks hiks hiks).Dan saya ketika saya bilang saya akan menceritakan tradisi munggahan dan minta maaf ini, teman saya si jobseeker bilang nitip maaf. Lho?"Iya, mintain maaf gue ke keluarga gue juga lewat tulisan lu."

"Minta maaf karena gue belum kunjung menghasilkan uang sendiri. Minta maaf karena masih minta uang saku." Begitu katanya pada saya via telepon.Syukurlah kedua orang tua saya dan teman si jobseeker itu masih hidup. Kami masih berkesempatan mendengar sendiri suara maaf mereka.